I can’t forget about MIZUMOUZA.
Masa 3 tahun di Gorontalo yang
dulu gue anggap suatu bencana ternyata kini dirindukan. Gue yang selalu
mengutuk keadaan gue yang terjebak di pulau orang kini kerap kali membuka
kenangan-kenangan yang tersisa di buku tahunan dan media di netbook.
Gue tahu, kehidupan itu bagai
kertas, tinggal kitanya yang mau ngisi itu kertas indah atau kosong doang.
Beruntung, gue sudah tau hal itu sejak berumur 16 tahun, sejak gue di
Gorontalo, di Insan Cendekia. Maka, gue sering kali berpartisipasi di banyak kegiatan yang ada di ICG. Untuk apa? Untuk menciptakan kenangan yang mungkin bisa
dikenang ketika gue meninggalkan ICG.
Hasilnya? Gue kangen sama
temen-temen gue di asrama. Kangen pas ada makanan di kamar lantai bawah terus
anak-anak se-asrama langsung menyerbunya. Kangen pas baru beres UAS langsung
nyerbu markas komik (kamar siapa hayo?). Kangen pas jalan-jalan gak jelas ke
danau Perintis tapi taunya menjadi kenangan tersendiri buat gue. Kangen pas
makan bareng di kantin, gue yang datang pertama menjadi Mouza terakhir yang
beres makan dan nyimpen piring terakhir di kantin.
I must move on. It’s over. Tapi
gue selalu kangen dengan kenangan itu, dan gue gak mungkin kembali ke masa-masa
itu. Masa ketika gue yang masih labil ternyata menemukan jati diri di desa
Moutong. To be happy one is just be myself. Don’t be affraid. Bismillah, menjalani hidup untuk menggapai ridha Allah.
Sekarang gue udah kuliah. Mungkin gue menemukan teman baru. Tapi, MIZUMOUZA tetap menempati bagian spesial dalam kenangan.
Terima kasih MIZUMOUZA yang telah
menjadi bagian dari kenangan indahku.
Terima kasih ya Allah yang telah
mempertemukanku dengan mereka, dengannya...
Komentar
Posting Komentar