Hari pertama di Limboto.
Ini
bener-bener diluar perkiraan gue. Semua yang diperkirakan akan lancar-lancar
saja ternyata menemui banyak rintangan. Tiba di Limboto pada sekitar pukul
sebelas siang, aku dan Lukman mencoba menghubungi Ihsan, teman kami, untuk menitipkan
tas yang akan kami tinggalkan ke medan perang KIR kali ini, Kantor Dinas
Pariwisata Kebudayaan Komunikasi dan Informatika (diborong bu?). Tas aman, kami
pun menuju Menara Keagungan Limboto, menurut informasi yang ada dekat komplek
perkantoran, mungkin dekat kantor Dinas Pariwisata Kebudayaan Komunikasi dan
Informatika.
Menara Keagungan Limboto sudah
didepan mata. Kami mencoba bertanya kepada orang yang ada didekat situ, “kantor
Dinas Pariwisata dimana?” tak mungkin kami menyebut Dinas Pariwisata dengan
embel-embel lainnya, kan? Ribet. “Pindah ke Pentadio Resort,” jawabnya.
Hah, Pentadio Resort? Please deh. Tadi kita so lewat itu tampat!!!! Okelah, coba cari pengelola Menara Keagungan. Setelah ditunjuki tempat pengelola tersebut, kami pun segera menuju tempat yang dimaksud, yakni tempat pintu lift. Tetap yang kami dapati bukannlah sebuah kantor yang layak. Hm... Sebetulnya (kayaknya sih) tempat ini juga menjadi semacam loket masuk ke Menarra Keagungan Limboto. Tapi sungguh, tempat ini lebih seperti gedung yang tak terurus. Ruang itu TANPA ATAP. Kami beramsumsi tempat ini nggak ada yang urus. Namun, tak lama kemudian muncul seorang bapak dan ibu yang keluar dari lift dan bertanya, “mau naik lift?” aku terbengong sesaat namun langsung tersadar kalau saat itu bukan saat yang tepat untuk BENGONG. Kami pun bertanya mengenai siapa yang mengelola tempat ini. Dinas Pariwisata. Jadi kami benar-benar harus ke Pentadio Resort SEKARANG.
Dengan 5000 rupiah, kami berdua
tiba di Pentadio Resort dengan bentor yang hampir saja membuat kami tersasar
karena miss comunication. Oke,
seterusnya kami menyerahkan surat pengantar dan menjelaskan tujuan kami kepada
sekretaris dinas itu, berbincang hal terkait, lalu menuju Masjid Baiturrahman
Limboto yang tak jauh dari menara untuk mengistirahatkan badan kami dari
kepenatan.
Hari kedua di Limboto.
Hari ini adalah hari yang telah ditentukan sebagai hari saat aku dan Lukman melakukan wawancara dengan Kepala Dinas Pariwisata (dan embel-embelnya, oke. Gue males bacain semua). Proses wawancara yang awalnya kukira akan berjalan kaku ternyata salah. Bapak..... ASTAGHFIRULLAH, gue lupa nanya nama si bapak. Aduh, gimana nih. Hm.. ntar cari di internet jo.Yah, bapak kepala dinas ternyata sangat ramah kepada kami. Gue kirain semua orang pemerintahan itu sok, belagu, sombong, dan berbagai sifat buruk lainnya yang nantinya bisa menghambat kepentingan kami dalam mengumpulkan data. Menurut penuturan beliau mendahulukan wawancara dengan kami dan membatalkan pendapingan dengan bapak (atau ibu ya?) dari kapolda. Beliau melakukannya karena mementingkan kaderisasi anak muda (maksunya gue?) supaya lebih peduli dengan pengembangan daya tarik wisata.
Wawancara selesai, saatnya keliling Pentadio Resort. kami (hanya) melihat-lihat keadaan tempat wisata ini. Kami juga menyambani tempat kolam kecil yang katanya tempat spa (atau sauna sih? lupa) yang dekat dengan sumber mata air PANAS PAK!!! Kami juga menyempatkan makan dua porsi mie goreng di kedai yang berada disamping kolam renang. Sambil makan kami berbincang dengan orang-orang yang ada di kedai itu, mungkin orang situ, pemilik kedai, suaminya, atau siapalah. Nggak banyak-banyak amat sih. Oh ya, pelayan ceweknya asli bikin..... males. Dia sok salah tingkah gitu sama kami. Minta mie malah dikasih nasi. Padahal Lukman sudah bilang dengan suara yang jelas. Ah, jangan kebanyakan ghibah deh. Untung gua nggak tau namanya. Kalau tahu, matilah kau...
NB: Lokasi kejadian berada di Limboto dan sekitarnya. Diposting di taman dekat Menara Keangungan Limboto dengan hotspot GRATIS...!!!!
Komentar
Posting Komentar