Pernahkah kamu didatangi oleh
orang yang datang kepadamu dan berkata, “Kamu beruntung!” sambil menawarkan
suatu produk dengan harga miring? Atau kamu ditawari barang bagus yang diberi
harga tinggi diawal penawaran namun nominalnya langsung terjun bebas dalam
waktu yang tak lama.
Kalau kamu pernah mengalaminya,
selamat, kamu telah menjadi sasaran teknik marketing terbaru (yang baru aku
sadari hari ini), memainkan hati konsumen dengan ‘keberuntungan’.
Disini saya akan membagikan
sedikit pengalamanku, temanku, dan keluargaku mengenai teknik marketing ini,
yang seringkali menyita waktu dan kesabaran kita.
1. Memakai produk terkenal dapet keberuntungan
Pengalaman ini dialami oleh
ibuku.
Suatu hari, seorang wanita datang
kerumahku. Aku tak tahu bagaimana kronologinya, namun pada suatu sesi
‘seseorang’ itu memberi penawaran kepada ibuku untuk membeli penggorengan
berkualitas tinggi seharga Rp. 50.000 karena ibuku menunjukkan bungkus salah
satu merk penyedap masakan. Walah, siapa sih yang gak tergiur. Gara-gara sebungkus
penyedap masakan dapet barang bagus berharga murah. Sayangnya (atau untungnya
kali, ya) saat itu ibuku tak memegang uang tunai sebesar itu. Penawaran itu pun
terlewati begitu saja.
2. Harga alroji terjun bebas hingga mendekati 10% dari harga awal
Suatu hari, aku mengunjungi salah
satu pusat perbelanjaan di Ciamis. Sebelum aku masuk, aku dihadang oleh
seseorang yang membawa produk jam tangan yang (katanya) tahan air seharga
(katanya juga) Rp. 200.000. Namun ia memberi harga khusus untukku, yakni (kalo
nggak salah) Rp. 119.000. Ia memang membawa jam tangan yang direndam didalam
gelas plastik. Tapi, aku gak tertarik sejak awal.
Apakah ada barang bagus berharga murah di zaman sekarang?
Sang penjual nampaknya tak tahan
dengan sikap cuekku. Akhirnya ia menawarkan produknya menjadi (kalo nggak
salah) senilai Rp. 29.000. Halah, malah makin gak tertarik, deh. Aku pun dengan
tegas berkata, “TIDAK”
3.Mendapat nomor keberuntungan
Setelah tes SBMPTN, aku dan
temanku, Dito, berencana untuk makan siang di salah satu outlet di DETOS.
Namun, di pintu masuk, kami diberi selembar kertas semacam brosur katalog
produk eletronik. Namun, belum jauh kami berjalan, kami dihalau oleh mbak yang
memberi kami kertas itu.
“Coba lihat nomor dibalik label
ini. Jika cocok dengan nomor yang ada di kolom ini anda beruntung” mbak itu
dengan ramah.
Nomor pun muncul dan cocok dengan
nomor yang ada di kolom.
“Wah, selamat. Ayo ikut saya,” kami pun mengikuti si mbak.
Setibanya disana, kami diberi
tempat duduk dan diberi penjelasan yang berbelit-belit. Intinya, kami diberi
kesempatan membeli barang eletronik dengan harga miring dengan banyak
syarat-syarat yang tak kupahami.
Sekali lagi, Mana ada barang bagus berharga murah di zaman sekarang?
Aku dan Dito tak tertarik.
Setelah meninggalkan outlet, Dito
menggerutu, “Dasar marketing..”
Sikap anda kembali kepada pilihan
pribadi. Masihkah kita tergiur dengan teknik marketing seperti ini?
Komentar
Posting Komentar